Langsung ke konten utama

Nafisah binti Al-Hasan: Kezuhudan Sang Guru


Nafisah binti Al-Hasan: Kezuhudan Sang Guru (1)

Kamis, 31 Januari 2013, 07:48 WIB
Komentar : 0
.free-extras.
Gurun pasir (ilustrasi)
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah

Kezuhudan dan kealimannya mendapat pengakuan banyak kalangan. Termasuk dari dua tokoh besar, Imam Syafii dan Hanbali. 

Di jagad ilmu agama dan pengetahuan, namanya tersohor: Nafisah binti al-Hasan. Cucu Rasulullah SAW kelahiran Makkah 145 H itu mahir menguasai berbagai disiplin ilmu. Tumbuh dan berkembang di Madinah, mencetaknya sebagai pribadi yang matang. Ia berhasil menghafal Alquran saat masih kecil. Ia pun belajar tafsir dan hadis hingga lihai di kedua bidang itu. 

Ayahnya, Zaid bin al-Hasan, adalah gubernur Madinah ketika Khalifah Abu Ja'far al-Manshur berkuasa. Akibat persaingan politik, Zaid ditangkap dan diasingkan ke Baghdad. Seluruh hartanya disita. Nafisah pun menyertai ayahandanya ke Baghdad. Zaid dinyatakan bebas saat Khalifah al-Mahdi naik takhta. Al Mahdi mengembalikan kekayaan zaid. 

Bersama sang suami, Ishaq al-Mu'tamin bin Imam Ja'far as-Shadiq, tokoh yang bernama   lengkah Nafisah binti al-Hasan bin Zaid bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib itu pindah ke Madinah. Ia hidup dengan penuh kedamaian. 

Di kota itu, ia mulai membuka kelas untuk belajar di rumahnya. Para pelajar berbondong-bondong ke rumahnya untuk mencari ilmu. Ia berbagi banyak sanad hadis. Sering pula memberikan fatwa atas persoalan tertentu.  Atas prestasinya itu, ia mendapat gelar “Gudang Ilmu Pengetahuan”. 

Pada 193 H, ia pindah ke Mesir ditemani oleh suami dan ayah tercinta. Penduduk Mesir menyambutnya dengan antusias. Kegembiraan tampak terpencar di raut wajah mereka. Ia tinggal di kediaman salah satu tokoh Mesir, Ibn al-Jashsash, yang terletak di Fustat. 

Di negeri piramida itu, ia mendapatkan penghargaan yang luar biasa. Warga Mesir berduyun-duyun belajar kepadanya. Sejumlah ulama senior pun turut menggali ilmu darinya secara langsung, di antaranya Imam Syafii. Ia sering menghadap ke ibu dari Qasim dan Ummu Kultsum tersebut. Pertemuan antarkeduanya berlangsung secara terpisah di belakang pembatas ruangan. Diskusi mengalir tentang soal apa pun, mulai dari fikih, hadis, dan ibadah. 

Intensitas dan frekuensi pertemuan itu menumbuhkan hubungan emosional yang kuat antara guru dan murid. Ketika Imam Syafii sakit parah, ia meminta Nafisah mendoakannya agar cepat sembuh. Selang beberapa hari, peletak Mazhab Syafii itu wafat. Ia berwasiat supaya Nafisah berkenan menshalati jenazahnya. Ia memenuhi wasiat itu. Kepergian Syafii menjadi pukulan berat baginya.

Postingan populer dari blog ini

Impian Sang 'Backpacker' Muslimah

Impian Sang 'Backpacker' Muslimah REPUBLIKA.CO.ID, Melakukan perjalanan keliling dunia dengan biaya murah tentu merupakan impian bagi pecinta jalan-jalan yang juga biasa disebut 'backpacker.' Berikut sejumlah kisah dan tips tentang backpacker sejati. Dalam program Inspirasi Muslimah yang ditayangkan oleh Alif TV.

Madrasah Al-Zahiriyah, Khazanah Arsitektur Islam Berbagai Dinasti (1)

Madrasah Al-Zahiriyah, Khazanah Arsitektur Islam Berbagai Dinasti (1) Kamis, 23 Agustus 2012, 21:31 WIB Komentar : 0 http://moslimonline.net Madrasah Al-Zahiriyah di Aleppo, Suriah. A+  |  Reset  | A- REPUBLIKA.CO.ID, Selama ini masyarakat dunia hanya mengenal Andalusia, Kordoba, Baghdad, Kairo, Damaskus, dan Istanbul sebagai kota-kota penting dalam sejarah peradaban Islam.  Tidak demikian halnya dengan Aleppo, kota yang terletak sekitar 350 kilometer sebelah utara Ibukota Suriah.  Padahal, di kota ini terdapat peninggalan sejarah peradaban Islam seperti benteng-benteng, pintu gerbang, pasar-pasar tradisional, rumah peristirahatan, masjid, tempat pemandian umum, rumah sakit, dan madrasah (sekolah). Sama halnya dengan Damaskus, Aleppo memiliki sejarah panjang sebagai salah satu kota tertua di dunia. Aleppo terletak di persimpangan sejumlah jalur perdagangan yang padat. Bahkan, Aleppo termasuk rute 'Jalan Sutra' sejak milenium...

Operasi Caesar Bag 2

Operasi Caesar dalam Khazanah Islam (2) nlm.nih.gov Ilustrasi A+  |  Reset  | A- REPUBLIKA.CO.ID, Para ulama Islam dari abad pertengahan, pada kenyataannya, bukan hanya merupakan yang pertama menulis tentang operasi caesar.  Mereka bahkan membuat ilustrasinya dan menuangkannya dalam puisi. Akibat minimnya sumber acuan, sejumlah sejarawan terpaksa mengutip dari sumber yang tidak ada kaitannya dengan dunia medis sama sekali.  Misalnya, cerita 1001 Malam mengenai seorang gadis budak Tawaddud. Karya sastra semacam ini tentu tidak mampu dijadikan sumber medis yang kuat. Literatur yang relevan tidak hanya langka, tapi juga tersebar, terfragmentasi, dan tidak diedit. Kendati demikian, pada masa-masa awal periode peradaban Islam di tanah Arab, terdapat sejumlah bukti meyakinkan mengenai operasi caesar. Bukti-bukti ini mau tidak mau memaksa kita untuk sampai pada kesimpulan bahwa bangsa Arab mengetahui operasi persalinan ini dan mempraktikkannya. Pali...